BANDUNG - Indonesia boleh lega karena kini punya peta zonasi gempa yang lengkap atau komprehensif. Bahkan, peta gempa paling anyar itu diklaim berkualitas setingkat peta zonasi gempa milik Jepang dan Amerika Serikat.
“Probabilitas hazard map atau peta gempa Indonesia sekarang sudah diperbaiki. Bulan depan sudah Standar Nasional Indonesia (SNI), artinya peta lebih resmi,” kata Danny Hilman Natawidjaja, salah satu pakar gempa yang terlibat dalam pembuatan peta zonasi gempa tersebut, di Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Peneliti gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menjelaskan, peta zonasi gempa baru tersebut memiliki isi lebih lengkap dari peta gempa sebelumnya. Peta tersebut berisi informasi spesifik tentang daerah-daerah kegempaan di Indonesia. “Petanya lebih lengkap dengan informasi kegempaan. Kita bisa berbangga karena kualitasnya sama dengan peta gempa milik Jepang dan Amerika Serikat,” ujarnya.
Danny mengungkapkan, peta baru itu memuat rekaman gempa besar paling tua yang pernah terjadi di Indonesia, yakni sejak 1.600-an. Dalam peta juga disebutkan, tingkat getaran gempa yang mungkin terjadi karena dilengkapi dengan nilai percepatan gravitasi di setiap lempeng dan patahan gempa yang tersebar di Indonesia.
Selain itu, peta juga memberi petujuk untuk pembuatan bangunan tahan gempa. Dengan adanya nilai percepatan gravitasi di suatu daerah rawan gempa, maka bisa dipersiapkan sejauh mana kekuatan bangunan tahan gempa yang harus dibuat.
“Indonesia memiliki zona rawan gempa yang tinggi. Pada peta, hal ini ditunjukkan melalui nilai percepatan gravitasinya yang mencapai nol koma sekian dan pewarnaan,” katanya menjelaskan.
Peta tersebut dibuat oleh Tim 9 yang anggotanya merupakan para ilmuwan dan pakar di bidangnya. Mereka berasal dari berbagai institusi, seperti LIPI, Institut Teknologi Bandung (ITB), Badan Meteorologi Geofisika (BMG), dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Para pakar tersebut di antaranya, Irwan Mailano (pakar geodesi ITB), Mansur Hisam, Sri Widiantoro (ITB), Wahyu Triyoso (Geofisika ITB), Engkon Kertapati (geolog), dan lain-lain.
“Para pakar itu memiliki data dan peta masing-masing. Kemudian dioptimalkan (disatukan jadi peta baru),” tuturnya.
Danny menuturkan, proses pembuatan berlangsung sejak 2009. Latar belakang pembuatan peta tersebut karena tidak ada peta gempa yang lengkap di Indonesia. Para pakar ini pun merasa malu sebab sebagai negara yang dikelilingi lempeng gempa tetapi tidak memiliki peta bagus.
“Apalagi jika kita membawa Indonesia seminar internasional, kita malu karena petanya jelek. Maka masing-masing pakar menyumbang data baik tentang sejarah gempa, pergerakan lempeng, itu semua dikumpulkan. Lalu dibuatlah peta,” ujarnya.
Selain itu, ada beberapa pakar yang dekat dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kementerian PU. Dua kementerian ini pun ikut memfasilitasi pembuatan peta, meski tidak terlalu besar bantuannya. “Kami difasilitasi mengikuti Australia-Indonesia Fasilitation for Desaster Redaction yang sedang membuat peta hazard serupa. Itu kami ikuti selama tiga bulan,” ujarnya.
Pada Juni 2010, peta yang telah selesai dipakai oleh Kementerian PU untuk ketahanan bangunan. Namun, saat itu masih ada perdebatan pendapat mengenai persyaraatan pembangunan jembatan dan terowongan. Belum lagi, standar bangunan gempa secara internasional juga ada yang berubah, sehingga isi peta juga perlu disesuaikan. “Beberapa bulan lalu peta baru bisa selesai. Sekarang sudah ,” pungkasnya.(rhs)
“Probabilitas hazard map atau peta gempa Indonesia sekarang sudah diperbaiki. Bulan depan sudah Standar Nasional Indonesia (SNI), artinya peta lebih resmi,” kata Danny Hilman Natawidjaja, salah satu pakar gempa yang terlibat dalam pembuatan peta zonasi gempa tersebut, di Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Peneliti gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menjelaskan, peta zonasi gempa baru tersebut memiliki isi lebih lengkap dari peta gempa sebelumnya. Peta tersebut berisi informasi spesifik tentang daerah-daerah kegempaan di Indonesia. “Petanya lebih lengkap dengan informasi kegempaan. Kita bisa berbangga karena kualitasnya sama dengan peta gempa milik Jepang dan Amerika Serikat,” ujarnya.
Danny mengungkapkan, peta baru itu memuat rekaman gempa besar paling tua yang pernah terjadi di Indonesia, yakni sejak 1.600-an. Dalam peta juga disebutkan, tingkat getaran gempa yang mungkin terjadi karena dilengkapi dengan nilai percepatan gravitasi di setiap lempeng dan patahan gempa yang tersebar di Indonesia.
Selain itu, peta juga memberi petujuk untuk pembuatan bangunan tahan gempa. Dengan adanya nilai percepatan gravitasi di suatu daerah rawan gempa, maka bisa dipersiapkan sejauh mana kekuatan bangunan tahan gempa yang harus dibuat.
“Indonesia memiliki zona rawan gempa yang tinggi. Pada peta, hal ini ditunjukkan melalui nilai percepatan gravitasinya yang mencapai nol koma sekian dan pewarnaan,” katanya menjelaskan.
Peta tersebut dibuat oleh Tim 9 yang anggotanya merupakan para ilmuwan dan pakar di bidangnya. Mereka berasal dari berbagai institusi, seperti LIPI, Institut Teknologi Bandung (ITB), Badan Meteorologi Geofisika (BMG), dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Para pakar tersebut di antaranya, Irwan Mailano (pakar geodesi ITB), Mansur Hisam, Sri Widiantoro (ITB), Wahyu Triyoso (Geofisika ITB), Engkon Kertapati (geolog), dan lain-lain.
“Para pakar itu memiliki data dan peta masing-masing. Kemudian dioptimalkan (disatukan jadi peta baru),” tuturnya.
Danny menuturkan, proses pembuatan berlangsung sejak 2009. Latar belakang pembuatan peta tersebut karena tidak ada peta gempa yang lengkap di Indonesia. Para pakar ini pun merasa malu sebab sebagai negara yang dikelilingi lempeng gempa tetapi tidak memiliki peta bagus.
“Apalagi jika kita membawa Indonesia seminar internasional, kita malu karena petanya jelek. Maka masing-masing pakar menyumbang data baik tentang sejarah gempa, pergerakan lempeng, itu semua dikumpulkan. Lalu dibuatlah peta,” ujarnya.
Selain itu, ada beberapa pakar yang dekat dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kementerian PU. Dua kementerian ini pun ikut memfasilitasi pembuatan peta, meski tidak terlalu besar bantuannya. “Kami difasilitasi mengikuti Australia-Indonesia Fasilitation for Desaster Redaction yang sedang membuat peta hazard serupa. Itu kami ikuti selama tiga bulan,” ujarnya.
Pada Juni 2010, peta yang telah selesai dipakai oleh Kementerian PU untuk ketahanan bangunan. Namun, saat itu masih ada perdebatan pendapat mengenai persyaraatan pembangunan jembatan dan terowongan. Belum lagi, standar bangunan gempa secara internasional juga ada yang berubah, sehingga isi peta juga perlu disesuaikan. “Beberapa bulan lalu peta baru bisa selesai. Sekarang sudah ,” pungkasnya.(rhs)
Sumber
http://kampus.okezone.com/read/2011/11/11/372/527944/indonesia-punya-peta-gempa-secanggih-jepang
http://kampus.okezone.com/read/2011/11/11/372/527944/indonesia-punya-peta-gempa-secanggih-jepang