Senin, 01 April 2013

Rangkuman Cerita Rakyat Si Pitung


Beberapa hari setelah peristiwa itu, nama Pitung menjadi pembicaraan di seluruh Kebayoran. Namun, Pitung tak gentar dan tetap bersikap tenang. Si Pitung pun pergi ke tanah abang untuk menjual dua kambingnya itu. Tanpa sepengetahuan si Pitung, ternyata ada satu orang anak buah babah Liem yang membuntutinya sejak berangkat dari rumah tadi. Hingga pada saat si Pitung mandi di sungai dan berwudhu, anak buah babah Liem tadi mencuri uang hasil penjualan kambing dari saku bajunya yang diletakkakn di pinggir sungai.

Si Pitung mendatanginya dan menghardik, “Kembalikan uangku!” Salah seorang berkata sambil tertawa, “Kamu boleh ambil uang ini, tapi kamu harus menjadi anggota kami.” “Tak sudi aku jadi anggota kalian,” jawab si Pitung. Para anak buah babah Liem itu marah mendengar jawaban si Pitung. Namun, yang mereka hadapi adalah Si Pitung dari Kampung Rawabelong yang pernah menghajar enam orang centeng Babah Liem sendirian. Akibatnya, satu demi satu mereka kena pukulan Si Pitung. Sejak hari itu, Si Pitung memutuskan untuk membela orang-orang yang lemah. Beberapa anak buah babah Liem yang pernah dihajarnya ada yang insyaf dan ia mengajak mereka untuk membentuk suatu kelompok. Bersama kelompoknya, ia merampoki rumah-rumah orang kaya dan membagi-bagikan harta rampasannya kepada orang-orang miskin dan lemah. Penguasa penjajah di Batavia pun memerintahkan aparat-aparatnya untuk menangkap Si Pitung. Schout Heyne, komandan Kebayoran, memerintahkan mantri polisi untuk mencari tahu di mana si Pitung berada. Schout Heyne menjanjikan uang banyak kepada siapa saja yang mau memberi tahu keberadaan si Pitung Mengetahui dirinya menjadi buron, Pitung berpindah-pindah tempat dan ia tetap membantu rakyat. Waktu itu si Pitung beserta kelompoknya akan merampok rumah seorang demang, tapi ternyata polisi belanda sudah lebih dulu bersembunyi di sekitar rumah demang itu. Ketika kelompok Pitung tiba, polisi segera mengepung rumah itu. Akhirnya si Pitung dibawa ke penjara dan disekap di sana.


Karena si Pitung adalah seorang yg cerdik dan sakti, maka dia berhasil meloloskan diri lewat genteng pada malam hari saat penjaga sedang istirahat. Pada pagi harinya, para penjaga menjadi panik karena si Pitung tidak ada di dalam penjara lagi. Kabar lolosnya si Pitung membuat polisi belanda dan orang-orang kaya menjadi tidak tenteram lagi. Kemudian Schout Heyne memerintahkan orang untuk menangkap orang tua dan guru si Pitung. Mereka dipaksa para polisi untuk memberitahukan keberadaan Si Pitung sekarang. Mendengar kabar bahwa orang tua dan gurunya ditangkap polisi belanda, lalu si Pitung mengirim pesan kepada pihak belanda. Orang tua si Pitung dilepaskan dahulu. Mendengar persyaratan yang diajukan Schout Heyne, lalu si Pitung maju ke tengah lapangan. Dengan sigap, pasukan polisi lalu membidikkan senjata mereka kearah si Pitung. Dengan orang pengecut seperti kalian, yang beraninya hanya mengandalkan anak buah, aku tidak takut,” jawab si Pitung. Namun protes dari Haji Naipin tidak didengarkan, dan aba-aba untuk menembak si Pitung sudah diteriakkan. Akhirnya si Pitung gugur bersimbah darah. Orang tua dan guru si Pitung merasa sangat sedih sekali melihat si Pitung akhirnya gugur di tangan polisi belanda. Mereka berjanji akan selalu mengingat jasa Si Pitung, pembela dan pelindung mereka, dan tetap akan menganggap si Pitung sebagai pahlawan betawi.